Pagi-pagi, Marsose datang menemui Cing Aji di warung kopi yang ternyata juga menjual teh manis, kacang ijo, ketan item, kue lupis, pisang goreng, ubi goreng, dan segala goreng-gorengan yang penuh lemak jenuh karena minyaknya merupakan minyak super yang tidak perlu diganti kayak pemain sepakbola yang sering kecapekan sebelum habis pertandingan. Niat dan maksud kedatangannya kepada Cing Aji tidak lain dan tidak bukan, kecuali mengharapkan keridhoan, eh… pertolongan. Marsose mau jual motornya yang sudah tua dan kali ini Cing Aji diharapkan bisa membantu. Barangkali Cing Aji tahu trik menjual barang second (baca: seken) lewat internet.
Arsip Kategori: Marsose dan Cing Aji
Banwir, Bangwir, Blangwir, Brangbir….
Nguing-nguwing-nguwing-nguwing
Anak-anak sontak berhamburan ke tepi jalan. Semua permainan, dari galasin, benteng-bentengan, petak umpet, tendang kaleng, lompat tali, congklak, sampai bola kasti bubar. Dari jauh, Marsose yang melihat anak-anak berlarian seperti kesetanan pun ikut heran. Larilah pula ia ke tepi jalan.
Dari Winkel ke Bengkel
Bale-bale di depan rumah Cing Aji memang biasa dipakai buat kumpul-kumpul. Banyak obrolannya. Istilahnya: kongkow-kongkow. Kalau masuk tivi, berubah jadi: tolk-sow. Kalau di riungan ibu-ibu, namanya: gosip arisan. Kalau di pengajian… ustadz-nya bilang: itu ghibah, ngomongin oraaang, dossaaa, istighfaaar. Tobat deh ente semua!
Kasbon
Tanggal sudah tua. Kalau sudah tua, biasanya memang banyak doa, rajin ibadah, dan memohon pertolongan. Salah satu permohonan, wa bil khusus yang dipanjatkan oleh pegawai yang gajian bulanan, adalah ke warung sebelah. Doanya, “Kas bon dulu ya, Maaak…”
Jongos Bukan Pembantu?
Baru sore ini Bang Jali ikut duduk-duduk di depan rumah Cing Aji. Biasanya, Bang Jali pulang larut malam. Jangankan buat mengobrol santai di rumah Cing Aji, mengobrol dengan anak istri saja susahnya bukan main. Pergi sebelum matahari terbit, pulang sesudah semua orang tidur.
Prasmanan, Makan a la Orang Perancis
Cing Aji lagi sibuk bukan kepalang. Anaknya yang ketiga mau disunat untuk yang, insya Allah, pertama kali dan sekali-kalinya ini saja. Marsose yang harus menjadi tetangga yang baik, sholeh dan suka menolong ikut terlibat dalam persiapan yang lebih mirip kawinan. Tenda dipasang, pelaminan disiapkan. Lebih-lebih, ondel-ondel dan delman sudah siap mengarak anak yang besok akan menempuh bentuk barunya itu. Hanya saja, tidak ada penghulu. Repot urusannya kalau sunat pakai ijab qabul, “Saya terima …..” Yang ada malah si anak jejeritan sambil tangan-kakinya dipegang dari tujuh penjuru mata angin.
Bakso Senewen, Eh Urat!
“Senewen” pada mulanya berasal dari bahasa Belanda: “Zenuwen“. Arti aslinya adalah ‘saraf’ atau ‘urat’.