Pandemi COVID-19 tidak dapat lagi dipandang sekadar penanganan isu kesehatan. Pandemi ini sudah melintasi batasnya dari pertarungan melawan virus belaka menjadi pandemi krisis ekonomi, pendidikan, bahkan politik. Tarik menarik kepentingan tak dapat
Semenjak COVID-19 menyebar hampir ke seluruh penjuru dunia, banyak negara mengambil langkah cepat untuk menghambat transmisi penyakit dengan membatasi mobilitas manusia. Salah satu yang kerap dilakukan adalah menutup sekolah – dan anak-anak
MoreDosa para politikus adalah memproduksi kebijakan yang serampangan. Dosa para saintis adalah mengklaim hasil penelitiannya – bahkan persona dirinya – secara berlebihan.
MoreMandeep Mehra, penulis utama kedua artikel tersebut, mencoba melakukan review kembali data yang dianalisis dengan mengundang pihak ketiga dengan ijin Sapan Depai, pimpinan Surgisphere yang juga menjadi penulis dalam artikel tersebut.[i] Sayangnya,
MoreYang perlu dilakukan adalah mencari titik tawazun, keseimbangan. Bukan saling menafikan, tetapi meletakkan kepentingan kesehatan dan ekonomi secara proporsional agar masyarakat tidak terjengkang dalam satu lubang yang justru menyengsarakan banyak pihak. Kita
MoreKetika novel coronavirus – virus jenis corona yang baru dan kemudian diberi nama Sars-Cov2 ini – menyebar di muka bumi, kita ternyata masih tergagap-gagap. Badan Kesehatan Dunia sempat maju mundur sebelum akhirnya
MoreKalau begitu, mengapa tidak pemerintah saja yang menanggung semuanya? Begitu pertanyaan banyak pihak yang menggugat. Beberapa negara mampu membiayai layanan kesehatannya dari sumber pajak tanpa memungut sepeser pun dari masyarakatnya. Mereka akan
MoreKenaikan iuran BPJS bagi peserta mandiri ini memang menuai kontroversi. Bagi sebagian masyarakat, kebijakan ini memberatkan dan tidak empatik. Tapi, dari sisi pemerintah, kenaikan iuran adalah langkah logis untuk menyelamatkan program jaminan
More