Bukan Manusia Super (1)

4 mins read

Tidak ada manusia super di dunia ini. Bahkan, nabi dan rasul sekalipun –mereka bukanlah pahlawan super yang dapat menaklukkan dunia hanya dengan sekali menjentikkan jari. Itu khayal. Yang sungguhan sudah diberitakan Allah ﷻ dalam firmanNya: manusia itu diciptakan dalam keadaan penuh keluh kesah.[I]

Begitulah perkakas jiwa default manusia. Yang jika ditimpakan keburukan, kesusahan, pengasingan, kegagalan, atau peristiwa-peritiwa menyedihkan, manusia menjadi lemah. Jazuu’an, kata Allah. Rintihannya memanjang. Putus asanya mengembang. Keluhannya melimpah ruah. Kesahnya menjadi-jadi. Tetapi, ketika diberikan kebaikan-kebaikan, ditimpakan nasib baik, dibukakan jalan keluar, dan dikarunia kelebihan, mereka berubah menjadi sedemikian pelit. Manuu’an, kata Allah. Yang ia terima dari Allah ﷻ dibatasinya hanya untuk diri sendiri dan golongannya, dikuasai untuk kepentingan diri dan kelompoknya.

Mereka yang diberi harta akan menjadi kikir. Tak berbagi. Mereka yang pintar akan menjadi pelit ilmu. Semua dikuantifikasi dalam harga dan neraca. Mereka yang diberikan peluang, jejaring, dan ribuan kesempatan akan menyimpannya sendirian –atau segelintir orang-orang yang dianggap menguntungkannya. Tak boleh ada yang masuk dan ikut menyesapi keberhasilan. Mereka yang diberi kekuasaan akan berjuang dengan cara apapun untuk melanggengkan kekuasannya. Tak boleh ada satu celah pun terbuka yang dapat meruntuhkan dinastinya, kabinetnya, kekuatan politiknya.

Itu karakteristik dasar manusia –yang wajar pula Allah ﷻ menyebutkannya sebagai keadaan merugi. Defisit. Buntung. Allah ﷻ kemudian menyediakan perangkat lain untuk keluar dari kebangkrutan. Ada banyak Illa, ada banyak pengecualian. Tinggal seberapa jauh manusia berupaya menempuh illa-illa itu.

Pengecualian pertama adalah mereka yang shalat, dan ia tetap dalam keadaan shalatnya itu. Daaim. Kontinu.[ii] Ia menciptakan arus positif dari shalatnya. Dari upaya mencari pengampunan atas dosa-dosanya hingga membentuk karakter pahlawan sosial seutuhnya: tanhaa ‘anil fahsyai wal munkar,[iii] menentang kekejian dan menjadi musuh utama bagi kemunkaran. Ia membangun satu per satu tonggak kekhusyuan –meyakini bahwa dirinya bukan siapa-siapa dan jelas akan menjumpai Tuhannya yang Melebihi Siapapun dan akan kepadaNya lah ia pasti kembali.[iv] Ia berocok tanam ketenangan,[v] thuma’ninah: menikmati setiap huruf dalam ayat dan bacaan shalatnya, menghayati setiap tarikan nafas di gerakan shalatnya.

Rentetan pengecualian ini pun nanti ditutup dengan shalat: dan mereka yang yang memelihara shalatnya. Dibuka dengan daaim, kesinambungan, lalu ditutup dengan yuhafizhun, penjagaan dan perawatan. Seberapa baik kita menjadi hafizh, penjaga, bagi anak-anak kita, harta, pekerjaan, rumah, kendaraan? Bahkan, mobil saja kita servis agar performanya tetap mantap, kita cuci agar terus sedap ditatap, kita bersihkan agar nyaman dipandang, kita hati-hati mengendarainya agar tidak lecet terpeleset, tersenggol atau tertabrak. Bahkan, pada kucing peliharaan saja kita merawatnya dengan sungguh-sungguh. Googling ke sana ke mari untuk tahu makanan yang tepat dan kandang yang sehat. Bahkan, kepada anak-anak kita belajar dengan gigih bagaimana menumbuhkembangkan mereka dengan sempurna. Ikut workshop parenting di mana-mana, ikut kajian pendidikan anak di sana sini, mendatangi pameran pendidikan di sudut manapun. Demi yang terbaik. Itulah yuhaafizhun, penjagaan dan perawatan yang sempurna.

Shalat tak hanya tuntas dikerjakan ala kadarnya. Ada rukun, syarat, wajib dan sunnahnya yang perlu diketahui. Ada substansi hakikatnya yang harus dijaga. Ada kelengkapan lima waktunya yang dipelihara. Shalat bukan hanya dilakukan, tetapi ditegakkan dengan pemeliharaan yang sempurna.

Dengan begitu, para pelaku shalat, mushallin, itulah yang akan keluar dari keluh kesah dan kepelitannya. Mereka itulah yang mampu meninggalkan dunia di belakang dan melebarkan jiwanya untuk dipenuhi nilai-nilai ketuhanan.

[i] Lihat QS Al Maarij 19-35

[ii] Pendapat Ibnu Mas’ud, Masyruq, dan Ibrahim an Nakha’I dalam penafsirannya terhadap kata daaim dalam ayat ini.

[iii] Lihat QS Al Ankabut 45

[iv] Lihat QS Al Baqarah 45-46

[v] Pendapat Uqbah bin Amir dalam penafsirannya terhadap kata daaim dalam ayat ini.

 

Gambar fitur diambil dari: https://www.youtube.com/watch?v=iFh0yzQjum8

Ahmad Fuady

Bermula dari sebuah blog kecil bernama farranasir.multiply.com yang kini telah almarhum, situs ini kemudian menjadi ladang menabur apa saja yang berkecamuk di dalam kepala saya. Itu saja.

Jejak saya yang lain dapat saja Anda temukan di mana saja, baik atas nama saya atau sudah diaku-aku oleh orang lain di halaman mereka. Tidak apalah. Yang otentik itu bukankah hanya Tuhan?

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

Latest from Blog

Kelas Standar JKN Setengah Hati

Kita menghadapi masyarakat yang tersegregasi. Sebagian—juga karena keterpaksaan—dapat menerima jika mereka harus antre berjam-jam sejak subuh

Populisme Vaksin

Vaksin Nusantara terus melenggang meski diterpa banyak penolakan. Bahkan, Terawan Agus Putranto dengan sangat demonstratif memeragakan