Dicari: Gubernur Miskin

4 mins read
1

Hari ini kita menonton anomali. Calon-calon gubernur dipanggul ke kontes demokrasi, dielu-elukan sepanjang jalan menuju bilik suara, lalu mendapati tangan mereka terborgol berbulan-bulan setelahnya. Kita misuh-misuh, menyesali betapa buruknya keputusan-keputusan manusia dalam liang demokrasi. Pandangan kita tertutup oleh kemasan cantik, pendapat pakar, giringan asumsi, dan letupan-letupan emosi di grup obrolan dan media sosial.

Kita sesungguhnya tengah rindu kepada pemimpin yang sejati, yang menyandarkan hatinya kepada sepenuhnya kepada Allah, dan menuntun jalan rakyatnya kepada kebahagiaan. Tetapi, kita kehabisan akal untuk memilih secara jernih. Bashar, pandangan, kita terhijab. Pilihan-pilihan kita sempit. Analisis kita dibatasi potong lintang belaka, kehilangan cara untuk mendeteksi dan mengurainya secara kohort –jauh ke balik riwayat para calon pemimpin.

Jika yang kita cari adalah pemimpin yang tak sibuk memperkaya diri, carilah ia yang mendermakan hidupnya dalam rasa berkecukupan, bahkan kemiskinan. Berharaplah kita cerita tentang Salman al Farisi radhiyallahu ánhu (ra.) terulang lagi di masa kini.

Gubernur Madain itu sedang berjalan di siang hari ketika seorang dari Syria kelelahan memanggul buah tin dan kurma. Salman ra. memang tampak seperti rakyat biasa, maka dipanggillah ia oleh seorang Syria untuk membantunya memanggul barangnya. “Tolong bawakan barang ini,” katanya sambil menjanjikan upah. Salman ra. tak menolak, tidak pula menaikkan dadanya untuk membantah: Saya ini Gubernur! Tidak. Ia tetap memanggulnya, bahkan ketika orang-orang yang berpapasan memberi salam kepadanya, “Semoga keselamatan juga dilimpahkan kepada Gubernur!” Ia masih terus memanggulnya ketika banyak orang berebutan ingin menggantikannya sambil berseru, “Berikanlah kepada kami, Gubernur!” Bahkan, ketika si orang Syria itu tersadar bahwa ia telah berlaku tak pantas kepada seorang Gubernur dan menarik kembali panggulannya, Salman ra. tetap menggelengkan kepala sambil berkata, “Tidak, sebelum kuantarkan sampai ke rumahmu.”

Salman ra. menjadi jenis Gubernur yang langka. Jangankan menimbun harta, meraup untung dari proyek-proyek milyaran, dan mendapat porsi saham dari perusahaan-perusahaan nakal, ia memilih untuk tak pernah mengambil tunjangannya. Jika ia berpidato di hadapan rakyatnya, mantelnya dibagi dua: separuh untuk alas duduk dan separuh lagi untuk sekadar menutupi badannya. Ia membagi-bagikan tunjangannya yang tiba sampai habis. Ia mengandalkan hasil usaha tangannya sendiri untuk makan sehari-hari.

Lihatlah rumahnya! Ia memanggil tukang bangunan untuk membuatkan rumah yang cukup untuk sekadar bernaung saat panas dan berteduh saat hujan. “Kalau engkau berdiri, kepalamu akan terantuk langit-langitnya. Kalau engkau berbaring, kakimu meninju dindingnya,” kata si tukang bangunan.

Ia benar-benar Gubernur tanpa polesan citra. Jika ia sederhana, benarlah ia hidup dalam kesederhanaan, bahkan kemiskinan. Hingga suatu saat Sa’ad bin Abi Waqqash ra. mengunjunginya ketika sakit. Salman ra. menangis terisak. Bukan karena ia takut mati, bukan pula takut disorong ke pengadilan oleh rakyatnya sendiri. “Rasulullah telah menyampaikan pesan kepada kita: Hendaklah bagian setiap kalian dari kekayaan dunia ini seperti bekal seorang pengendara. Padahal, hartaku begini banyaknya,” kata Salman. Sa’ad ra. memandang sekeliling dan dijumpainya satu piring dan satu wadah untuk bersuci. Itu saja! Dan, Salman masih menganggapnya berlebihan.

Kita mencari-cari lagi Salman al Farisi ra. di tengah rimbunan ratusan juta manusia yang memenuhi negeri ini. Kita sibuk menyusun kriteria elektabilitas, mengutak-atik hasil survey, dan menggoreng narasi panjang tentang jagoannya masing-masing. Tapi, adakah orang serupa Salman yang dapat kita pilih, atau setidaknya kita siapkan menuju gelanggang di kemudian hari? Orang yang mampu berpesan seperti pesan Salman kepada Sa’ad, “Ingatlah Allah tentang keinginanmu ketika engkau tengah berkehendak melakukan sesuatu; tentang keputusanmu ketika engkau tengah memutuskan perkara; dan tentang apa yang di tanganmu ketika engkau tengah membagi yang kau miliki.”

Rotterdam, 6 Ramadhan 1439

 

Gambar fitur diambil dari: http://www.newmuslim.net/featured/salman-al-farisi-seeker-truth/

Ahmad Fuady

Bermula dari sebuah blog kecil bernama farranasir.multiply.com yang kini telah almarhum, situs ini kemudian menjadi ladang menabur apa saja yang berkecamuk di dalam kepala saya. Itu saja.

Jejak saya yang lain dapat saja Anda temukan di mana saja, baik atas nama saya atau sudah diaku-aku oleh orang lain di halaman mereka. Tidak apalah. Yang otentik itu bukankah hanya Tuhan?

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

Latest from Blog

Kelas Standar JKN Setengah Hati

Kita menghadapi masyarakat yang tersegregasi. Sebagian—juga karena keterpaksaan—dapat menerima jika mereka harus antre berjam-jam sejak subuh

Populisme Vaksin

Vaksin Nusantara terus melenggang meski diterpa banyak penolakan. Bahkan, Terawan Agus Putranto dengan sangat demonstratif memeragakan