Apa makanan terlezat yang pernah diciptakan manusia? Oh tidak, pertanyaannya keliru. Apa makanan terlezat yang dapat diproduksi secara murah, tapi membuat orang rela membayarnya dengan harga mahal?
Daging babi raksasa hasil rekayasa genetik. Itu jawaban Lucy, CEO perusahaan biosains Mirando. Bukan hanya itu. Dalam perjalanannya, ia menggagas ide di luar nalar: kontes babi raksasa. Beauty pageant. Ia menyebar bayi babi rekayasa genetiknya ke beberapa peternak tradisional di beberapa negara. Setelah sepuluh tahun, semua babi akan dinilai dan dipanggil ke kantor pusatnya di New York untuk dikukuhkan siapa di antara mereka yang menjadi babi raksasa terbaik. Indikatornya tiga: sang babi memakan lebih sedikit makanan, mengeluarkan lebih sedikit sekret, dan – tentu saja – dagingnya harus lezat luar biasa. Harus fucking delicious.
Bong Joon-ho, sutradara yang dikenal sebagai Steven Spielberg-nya Korea, hadir dengan ide menarik dari kerumunan Festival Cannes dengan film “Okja” di tahun 2017. Ia membawa perspektif baru yang mendobrak ritual lama hubungan antara manusia dan hewan: diangkat sebagai teman baik atau dijagal. Dalam ‘Okja’, Bong tidak menempatkan hewan sekadar obyek penjagalan semata, tetapi obyek eksploitasi komersial dan konsumerisme. Dalam konteks yang lebih sinis, ia ingin menegaskan bahwa makanan di zaman now tidak lagi muncul sebagai pemuas hasrat lapar, tapi hasrat eksistensi yang ditumbuhsuburkan oleh proyek mega kapital dan komersial. Konsumerisme merajalela tanpa disadari, memasuki gang-gang sempit di penjuru dunia untuk merayakan makanan yang bukan lagi dipandang sebagai pangan, tapi kemampuannya untuk direproduksi sebagai imej. Pada derajat yang paling rendah, ia harus instagramable.
Pada banyak hal, manusia menjadi predator bagi makhluk lainnya, bahkan sesama manusia. Bong merawat ide itu dalam filmnya ketika ia memasukkan Animal Liberation Front (Front Pembebasan Hewan) dalam skenarionya secara cantik. Manusia, dengan teknologi yang dipuja-pujinya, seringkali kehilangan etika dan mengaburkan batasan kemanusiaannya, bahkan terhadap hewan. Yang ada di kepala manusia –dalam ruang bisnis yang mewah –adalah bagaimana menghasilkan pundi uang sebanyak-banyaknya.
Tidak peduli bahwa “Okja”, nama si babi raksasa, telah tumbuh dalam naluri kemanusiaan yang begitu hidup bersama Mija, gadis yatim piatu yang tinggal bersama kakeknya untuk memelihara Okja. Mereka bukan lagi sekadar tuan dan hewan peliharaan, tetapi sahabat karib. Maka, ketika Okja dipanggil ke New York untuk kontes babi raksasa, Mija berkeras hati menyusulnya. Dengan uang celengan yang dihancurkannya, jika perlu.
Drama kejar-kejaran Mija, Okja, dan pasukan Animal Liberation Front dibuat Bong dengan penuh inspirasi, rentang mood yang lebar, dan variasi drama-komedi-action yang kaya. Saya menontonnya dengan anak saya –dan, baru kali ini bocah kecil saya itu menonton film manusia ‘serius’ hingga berkali-kali menjelang tidurnya. Ia menunjuk scene favoritnya: Okja yang pup jika ditepuk-tepuk pantatnya. Saya pun memilih scene favorit saya: penyelamatan Okja di sebuah supermarket, dilatari musik John Denver. Buat saya, scene itu juarrra!
https://www.youtube.com/watch?v=gAEGTTcp2HA
Pada akhirnya, mereka bertemu di New York, berjibaku untuk saling menyelamatkan kepentingannya masing-masing. Bagi Mija, kepulangan Okja ke kampungnya yang damai di Korea adalah tujuan utama yang harus dituntaskan. Okja adalah separuh jiwanya. Bagi Mirando, yang terpenting adalah bagaimana merawat keuntungan sebesar-besarnya dari proyek babi raksasa. Daging lezat, harga selangit, dan pasar melimpah. Ketika semua telah menjadi kacau, prinsip masing-masinglah yang dipegang. Pragmatis.
Mija menyerahkan babi emasnya. Kakak perempuan Lucy –yang mengambil alih perusahaan Mirando setelah chaos mendadak –mengembalikan Okja ke pangkuan Mija. Simplifikasi? Bisa ya, bisa tidak. Tetapi, politik dalam dunia kapital pun seringkali berakhir pada upaya simplistic di akhir. Menyerah pada keadaan dan mengamankan apa saja yang masih dapat diamankan.
Di luar sana, babi-babi raksasa tengah direproduksi dan siap dijagal. Siapa yang ingin kehilangan potensi profit sedemikian besar hanya demi menggaet babi raksasa pemenang beauty peagant? Dan di antara babi-babi raksasa yang menunggu penjagalan, satu bayi mereka ditendang keluar. Dititipkan kepada Okja. Scene metaforik yang indah. Di tengah keputusasaan dalam hidup para hewan rekayasa genetik, mereka menyimpan angan-angan untuk hidup secara normal dan bahagia. Tanpa siksa di bawah kekangan industri makanan yang serakah.
Rotterdam, Jumadil Akhir 1439