“Senewen” pada mulanya berasal dari bahasa Belanda: “Zenuwen“. Arti aslinya adalah ‘saraf’ atau ‘urat’.
“Ente jangan senewen begitu! Istighfar. Ambil wudhu gih sono..!”
Cing Aji teriak kencang sekali sampai terlihat urat lehernya. Marsose –yang diteriaki, malah balik teriak.
“Siape yang senewen, Ji? Leher ente tuh yang keliatan senewen-nya!” Cing Aji meraba-raba lehernya. Bolak-balik. Dari kiri ke kanan, atas ke bawah. Melototlah dia, “Ente pikir ane gilaa??”
“Senewen” pada mulanya berasal dari bahasa Belanda: “Zenuwen“. Arti aslinya adalah ‘saraf’ atau ‘urat’. Entah bagaimana kemudian orang-orang di Kampung Kompeni memakai maknanya juga untuk menunjukkan orang yang “sarap” alias ‘agak gila’. Itulah mengapa, banyak orang yang salah kaprah ketika dibilang oleh dokternya, “Bapak mesti saya rujuk ke ahli saraf…” Lah, dokter bilang saya gila? No way!
Padahal arti mulanya ‘zenuwen’ [B. Belanda] adalah saraf, bukan ‘senewen’ yang diartikan gila. Mungkin, orang dulu beranggapan bahwa orang gila itu menderita korslet di sarafnya. Padahal… emang korslet… #eaa. Korslet sendiri berasal dari kata “kortsluiting” [B. Belanda] alias short circuit. Bagian mana saraf yang kebakaran gara-gara hubungan pendek arus listrik?
Sudah begitu, banyak pula yang tertukar-tukar antara saraf dan urat (saraf). Ya sudahlah. Daripada dibilang hilang akal dan rebut tentang urat saraf, Marsose akhirnya buka warung bakso. BAKSO SENEWEN. Bakso urat, Cuy!
Keterangan:
Gambar dialihrupa dari gambar asli di http://makananseru.blogspot.nl/2014/03/bakso-urat.html