Prasmanan, Makan a la Orang Perancis

2 mins read

Cing Aji lagi sibuk bukan kepalang. Anaknya yang ketiga mau disunat untuk yang, insya Allah, pertama kali dan sekali-kalinya ini saja. Marsose yang harus menjadi tetangga yang baik, sholeh dan suka menolong ikut terlibat dalam persiapan yang lebih mirip kawinan. Tenda dipasang, pelaminan disiapkan. Lebih-lebih, ondel-ondel dan delman sudah siap mengarak anak yang besok akan menempuh bentuk barunya itu. Hanya saja, tidak ada penghulu. Repot urusannya kalau sunat pakai ijab qabul, “Saya terima …..” Yang ada malah si anak jejeritan sambil tangan-kakinya dipegang dari tujuh penjuru mata angin.

 

fransman
Fransman, alias Orang Perancis. Gambar diambil dari: https://infofrankrijk.com/dagelijks-leven/franse-gewoonten/

 

Istri Cing Aji nyeletuk, “Ini nanti makannye prasmanan ape dibesekin[1] aje?”

 

Bagi yang doyan makan yang bisa diambil sendiri, pasti lebih suka prasmanan. Apalagi urusan kondangan. Cukup masukin duit sedikit di amplop, celupin ke kotak, bisa makan sepuasnya sambil putar-putar gazebo sampai lupa salaman dengan pengantin. Belum berhenti jika tujuan utama para mahasiswa berkantok cekak yang datang kondangan: break even point! Kalau sudah jadi pejabat, jangan hitung BEP, bisa muter-muter di situ sampai minggu berikutnya karena amplop yang dicemplungin kadung tebalnya minta ampun terkena tulah nasib jadi pejabat.

 

Makan ambil sendiri itu kebiasaan Fransman [B. Belanda], sebutan bagi orang Perancis dalam bahasa Belanda. Alih-alih disebut sebagai buffet, orang-orang di Kampung Kompeni lebih terbiasa menyebutnya sebagai makan Fransman-an, alias prasmanan. Makan gaya-gayaan ala orang Perancis,  begitu.

 

Makanya, kalau nanti mau kondangan dan ditanya sama tetangga: mau ke mana? Bilang, “Mau ke Perancis!”

 

Gayaaaa…

 

[1] Besek [B. Betawi]: makanan yang disiapkan untuk dibawa pulang setelah kenduri

Ahmad Fuady

Bermula dari sebuah blog kecil bernama farranasir.multiply.com yang kini telah almarhum, situs ini kemudian menjadi ladang menabur apa saja yang berkecamuk di dalam kepala saya. Itu saja.

Jejak saya yang lain dapat saja Anda temukan di mana saja, baik atas nama saya atau sudah diaku-aku oleh orang lain di halaman mereka. Tidak apalah. Yang otentik itu bukankah hanya Tuhan?

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

Latest from Blog

Kelas Standar JKN Setengah Hati

Kita menghadapi masyarakat yang tersegregasi. Sebagian—juga karena keterpaksaan—dapat menerima jika mereka harus antre berjam-jam sejak subuh

Populisme Vaksin

Vaksin Nusantara terus melenggang meski diterpa banyak penolakan. Bahkan, Terawan Agus Putranto dengan sangat demonstratif memeragakan